Tanaman chaya/daun pepaya Jepang, kehadirannya di Austria dan manfaatnya untuk kesehatan

Tanaman ini terbilang baru buatku, tapi aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tanaman ini seperti perpaduan singkong dan pepaya, baik dari segi fisik maupun pengolahannya. Kok bisa ya 😊

Sebenarnya mereka masuk dalam saudara pepaya atau singkong sih? Hmm.. Kelihatan unik dan menarik untuk dieksplor nih. Bukan saja karena fisiknya yang unik, namun kandungan nutrisi dan zat-zat penting di dalamnya dan manfaatnya dalam dunia kuliner dan terutama untuk tubuh kita. Di Indonesia juga namanya cukup menarik disimak, ada bau-bau Jepangnya. Benarkah berasal dari negeri sakura Jepang? Atau tanaman ini asli dari tanah air kita tercinta?

Namanya daun pepaya Jepang. Daun pepaya Jepang adalah bagian dari tanaman semak abadi berdaun besar dengan ketinggian mencapai hingga 6 meter. Mereka berasal dari Meksiko di Benua Amerika sana. Wow.. cukup jauh ya. Bagaimana mereka bisa singgah dan menetap di tanah air kita.. dan di Eropa termasuk di Austria tempat bermukim ane sekarang adakah kehadiran mereka juga?

Di negara asalnya, namanya tentu saja bukan daun pepaya Jepang ya.. tapi cukup chaya. Duh.. keren juga namanya😊

Apakah pemirsa kenal dengan tanaman ini yang sip banget dijadikan sayuran.. atau penasaran pengen kenal lebih jauh dengan tanaman yang disebut-sebut sebagai makanan hebat (superfood) karena kaya kandungan nutrisinya dan sangat baik untuk kesehatan ini?

Yuk pemirsa kita telusuri bersama-sama luar dalam tanaman yang sempat viral bahkan hingga kini di tanah air kita ini. Kita mulai dari biodatanya terlebih dahulu ya..

Klasifikasi Ilmiah

Kingdon: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Cnidoscolus
Spesies : C. aconitifolius
Nama binomial :
Cnidoscolus aconitifolius
(Mill.) I. M. Johnst.

Nama lain atau sinonim dari tanaman ini adalah Cnidoscolus chayamansa McVaugh atau Jatropha aconitifolia Mill.

Cnidoscolus aconitifolius umumnya dikenal dengan nama chaya atau bayam pohon (Tree spinach). Ada juga nama lain seperti Thread softly atau Tapak Lembut, Cabbage Star atau Bintang kubis. Di Indonesia, chaya dikenal dengan nama daun pepaya Jepang. Daun pepaya Jepang merupakan bagian daun dari tanaman perdu (semak-semak) yang terutama biasa dijadikan sayuran yang memiliki nama latin Cnidoscolus aconitifolius, dulunya bernama Cnidoscolus chayamansa.

Cnidoscolus aconitifolius yang akrab disapa chaya atau bule bilang Tree spinach atau daun pepaya Jepang kalo di Indonesia adalah tanaman dari keluarga Euphorbiaceae dengan genus Cnidoscolus. Chaya masih berkerabat dekat dengan singkong dan jarak pagar karena satu keluarga Euphorbiaceae hanya lain genus. Singkong bergenus Manihot sedangkan jarak pagar bergenus Jatropha. Ciri dari keluarga ini adalah memiliki getah putih susu kalo dipotong batang segarnya

Cnidoscolus aconitifolius adalah tanaman semak abadi menahun (perenial shrubs) yang tumbuh cepat dan berdaun besar. Dari asal namanya yaitu aconitifolius, ini artinya aconitum seperti daun. Cnidoscolus aconitifolius diyakini berasal dari Yucatain Peninsula of Mexico atau Semenanjung Yukatan di Meksiko, Amerika Tengah. Di sana dikenal dengan nama chaya dan merupakan makanan favorit bangsa Maya. Kini chaya dibudidayakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Chaya terdiri dari beberapa subspesies dan varietas. Chaya atau Cnidoscolus aconitifolius memiliki subspesies yaitu C. aconitifolius subsp. aconitifolius dan C. aconitifolius subsp. polyanthus.

Cnidoscolus aconitifolius subsp. aconitifolius ditemukan dari Meksiko utara ke Guatemala dan dibudidayakan sejauh selatan Peru sedangkan Cnidoscolus aconitifolius subsp. polyanthus (Pax n K. Hoffm) Breckon dibatasi area kecil di Meksiko barat

Cnidoscolus terdiri dari sekitar 50 spesies. Wow.. banyak sekali ya.. Di antara mereka ada yang tumbuh liar, ada yang sudah naik pangkat menjadi tanaman peliharaan melalui pemuliaan atau pembudidayaan.

Tanaman biasanya dipersenjatai dengan rambut penyengat atau duri, tetapi tanaman chaya yang dibudidayakan umumnya sudah jinak alias tidak bersenjata lagi 😊 Chaya yang tumbuh liar dengan duri atau rambut halus yang menyengat contohnya adalah Chaya brava sedangkan yang sudah dibudidayakan, tidak berduri atau tanpa rambut penyengat contohnya adalah Chayamansa. Bentuk tanpa rambut penyengat ini digunakan sebagai sayuran diklasifikasikan sebagai Chayamansa grup atau Kelompok Chayamansa

Tumbuhan dalam Kelompok Chayamansa (syn. Cnidoscolus chayamansa) inilah yang paling banyak dibudidayakan karena mereka tidak memiliki rambut yang menyengat pada daunnya. Rambut yang menyengat pada daun ini adalah bagian dari tanaman dengan rambut (trikoma) yang mampu menyuntikkan zat yang menyebabkan rasa sakit atau iritasi. Ini dimaksudkan agar mamalia enggan mendekat dan mengkonsumsinya, namun tidak berpengaruh banyak buat serangga 😊Selain pada daun, senjata ini terdapat juga pada batang. Rambut yang menyengat terutama ditemukan pada keluarga Urticaceae, Loasaceae, Boraginaceae termasuk Euphorbiaceae yang merupakan keluarga tanaman chaya ini

Tanaman chaya merupakan semak monoecious atau pohon kecil setinggi yang dapat tumbuh setinggi 3 meter bahkan 5 hingga 6 meter, tapi biasanya dipangkas menjadi kurang lebih 2 m agar mudah saat dipanen

Chaya memiliki batang yang tebal pucat. Kalo masih muda, batang tanaman chaya seperti punyaku berwarna hijau pekat bercorak putih. Batang segarnya mengandung lateks putih atau getah susu. Batang ini mengeluarkan getah susu saat dipotong. Batangnya ini mengingatkan kita pada batang pohon singkong yang populer di tanah air. Ya benar, karena mereka memang masih satu keluarga yaitu Euphorbiaceae 😊

Lain lagi dengan daunnya. Daunnya mengingatkan kita akan daun pepaya yang berjari-jari, agak tebal dan berdaging. Daun-daun tanaman chaya bergantian atau berselang seling lagi sederhana, dengan tangkai daun sepanjang 10-30 cm dan kelenjar di puncak. Bilah sangat bervariasi, dari 10-20 cm hingga 30 cm, berbentuk dangkal atau dalam dengan 3-7 lobus, berbentuk hati pada dasarnya, agak tebal dan berdaging saat segar

Pada beberapa kultivar, terdapat sedikit perbedaan pada fisiknya ini. Kelompok atau grup kultivar Chayamansa dibagi menjadi 4 kultivar menurut morfologi daunnya yaitu Chayamansa, Estrella, Picuda dan Redonda. Itulah mengapa kadangkala kita menemui daun chaya yang berbeda satu sama lain.

Sekarang yuk kita simak perbedaannya 😊
– Chayamansa
Memiliki bilah daun dengan 5 lobak, sangat tumpang tindih. Ini adalah kultivar paling umum.

– Estrella
Memiliki bilah daun dengan 5 lobak atau 5 penyebaran, tidak tumpang tindih, lobus dentate
– Picuda
Memiliki helai daun dengan 5-9 lobak, sempit dengan dentate kuat untuk lobus pinnatifid
– Redonda
Memiliki helai daun dengan 3 seluruh lobus sedikit dentate

Chaya tidak menghasilkan biji, buah dan umbi sebagaimana pohon pepaya yang menghasilkan biji dan buah, begitu juga dengan tanaman singkong yang menghasilkan umbi. Biasanya chaya hanya berbunga putih yang kemudian berubah menjadi polong (seed pad), yang pada akhirnya akan rontok dengan sendirinya

Tanaman dari kultivar Chayamansa ini menghasilkan bunga steril yang fungsional tapi buah sangat jarang diproduksi, sehingga dengan alasan inilah maka tanaman diperbanyak dengan stek batang, yang lebih mudah dan praktis.

Bagaimana keberadaannya di benua Eropa ya.. Aku kurang tahu meski nama bulenya adalah Tree spinach atau bayam pohon. Tapi di negara Jerman, chaya menjadi tanaman tropis elit yang menghuni Botanic Garden atau Kebun Botani Jerman. Kalo kemudian tanaman chaya atau daun pepaya Jepang bisa sampai di Austria dan tumbuh nyaman tentram menjadi peliharaan kesayanganku, ini suatu kehormatan bagi aku dong.. serasa ‘horang kayah‘ karena langkanya tanaman ini 😀 becanda..

Nah kalo sampai ke Indonesia, bagaimana kisahnya ya? Bagaimana tanaman dari Meksiko ini bisa sampai ke Indonesia dan dinamai daun pepaya Jepang? Sayangnya sejarah tanaman ini sampai ke Indonesia masih belum jelas, hanya dari catatan ECHO dikatakan bahwa tanaman chaya masuk ke Indonesia pada tahun 1998

Chaya yang merupakan spesies dari Cnidoscoulus aconitifolius adalah tanaman yang berdaya guna, yang dijadikan sayuran yang relatif baru dikenal di Indonesia. Aku aja baru tahu saat mudik kemarin, dikenalkan sama mamakku, karena mamakku tahu aku doyan banget ma daun singkong tapi ga suka daun pepaya karena pahit😊 Nah sayur ini merupakan kombinasi keduanya yang sempurna. Sayuran ini memang rasanya mirip perpaduan daun singkong dan pepaya, meski ga ada rasa pahit khas daun pepaya. Ini dia salah satu yang bikin aku kesengsem, serasa makan daun singkong sekaligus daun pepaya tapi ga pahit 😊

Masyarakat kita mengenal chaya sebagai daun pepaya Jepang. Kenapa pepaya ya, ini mungkin dikarenakan bentuk dan tekstur daunnya mirip dengan daun pepaya. Demikian juga pengolahannya mirip banget, meskipun mereka bukan jenis pepaya, secara kekerabatan malah lebih dekat dengan singkong. Tapi sayuran ini bukan berasal dari Jepang lho, meski masyarakat menyebutnya pepaya Jepang. Tidak diketahui juga alasan mengapa masyarakat menyebutnya ‘pepaya Jepang‘, yang lebih mendekati nalar mungkin biar lebih keren kedengarannya ya pemirsa.. Sama misalkan ada pepaya Bangkok dan pepaya California. Namanya keren ada aroma luar negerinya. Dulunya sampai kecele kirain memang pepaya impor.. eh ga taunya produk lokal. Nah, dah jelas kan pemirsa mengapa masyarakat Indonesia menamainya daun pepaya Jepang 😊

Baiklah, sekarang kita panggil singkatnya daun pepaya Jepang ini dengan chaya saja ya..

Chaya adalah tanaman pohon kecil yang bisa tumbuh hingga ketinggian 6 meter, namun biasanya ditebang dan dipelihara dengan ketinggian 2 meter untuk memudahkan pemanenan daunnya sebagai sayuran. Sebagai sayuran, daun chaya populer lho digunakan dalam kuliner Amerika Tengah dimana mereka awalnya berasal. Orang Amerika doyan juga ternyata ya😊

Selain ditanam sebagai tanaman sayur untuk dimakan manusia, chaya dijadikan sebagai tanaman untuk makanan hewan, sebagai tanaman pagar di kebun, tanaman pagar hidup untuk penggunaan obat, pohon peneduh di beberapa daerah hingga tanaman hias di taman atau halaman rumah. Chaya juga bisa ditanam di pot karena perawatannya yang sangat mudah

Chaya mudah tumbuh, baik pada ketinggain 0 hingga 1000 meter di atas permukaan laut maupun di segala jenis tanah dan kondisi lingkungan, tahan terhadap hujan lebat dan kekeringan juga tahan terhadap serangan serangga dan penyakit tanaman.

Mereka tumbuh baik dan subur di segala jenis tanah bahkan di tanah berpasir, tapi lebih menyukai pH pada kisaran 5,5-6,5 dan dapat bertoleransi pada kisaran 4,5-7,5.

Bisa tumbuh dimana mereka berada di kisaran suhu 20-30°C, tapi dapat mentolerir suhu berkisar 12-38°C. Jadi cocok ya kalo ditanam di negara 4 musim seperti di Austria tempatku bermukim, tapi suhu segitu terbaiknya memang di musim panas. Untuk di tanah air beriklim tropis, dengan suhu 25°C atau lebih chaya juga dapat tumbuh dengan baik, karena memang pada dasarnya chaya habitat aslinya beriklim tropis di Meksiko sana. Chaya menyenangi sinar matahari penuh pada iklim tropis, suasana yang cerah di luar ruangan, namun di dalam naungan pun ga masalah. Daunnya lebih besar ketika ditanam di tempat teduh parsial 😊

Perbanyakan atau pembiakan (propagasi) tanaman ini dapat dilakukan melalui metode stek batang saja, yaitu stek batang berkayu sekitar 6-12 inci atau 15 hingga 30 cm. Benih, yaitu stek batang ini dikeringkan dahulu sehari hingga 14 hari sebelum ditanam. Perbanyakan dengan biji tidak dianjurkan karena tanaman jarang menghasilkan biji, tanaman tidak mengatur benih, bunga steril atau tanaman tidak menjadi kenyataan dari biji

Untuk menanam sendiri di rumah, cukup dengan menyetek batang chaya sepanjang 15 hingga 60 cm di pot atau langsung di tanah. Buang semua daunnya. Beri jarak 1-2 m bila ditanam di lahan.

Pertumbuhan awal lambat karena akar lambat berkembang pada stek. Tapi biasanya beberapa minggu bisa dilihat kemunculan daun-daun muda dari ruas atau buku batang. Daun chaya dapat dipanen terus menerus selama tidak lebih dari 50% daunnya dihilangkan dari tanaman, yang menjamin pertumbuhan tanaman baru yang sehat. Chaya adalah salah satu tanaman sayur yang paling produktif.

Aku juga menanamnya di Austria, cukup di pot kembang 🙂 Bibitnya aku bawa saat pulang mudik dari Indonesia kemarin. Awalnya berasal dari tanah Jawa di tempatnya adik ipar 😊 Jadi si chaya ini ceritanya melalangbuana dari tanah Jawa lanjut ke pulau Babel hingga ke Eropa

Jangan tanya ada jualan bibitnya ga di Austria. Jangankan daun pepaya Jepang, daun singkong yang familiar aja aku belum pernah nemu daunnya dijual dimari, meski umbinya pernah aku lihat jualannya, itupun di pasar tradisional satu-satunya se Austria, pasar Naschmarkt

Bibitnya berupa batang yang sudah bibi dan mamakku siapkan, dipotong-potong sewaktu di tanah air seukuran 15 cm dengan diameter seperti jari telunjukku, lengkap dengan penanda bagian atas dan bagian bawah. Ini dimaksudkan agar aku ga kebalik menanamnya. Kalo kebalik, alamat ga tumbuh-tumbuh dong.

Ada satu yang aku tanam kebalik karena mengikuti tanda, makanya ga tumbuh-tumbuh. Aku awalnya tanya sama suami dah benarkah aku menanamnya.. tapi suami ga tahu juga. Aku penasaran, kenapa chaya yang ini ga tumbuh-tumbuh ya, saat aku cabut eh daun mudanya tumbuh ke dalam seperti akar 😊 Maklum belum pengalaman sama sekali ya pemirsa, ga tau kalo menanam si chaya ini sebenarnya cukup mudah, cukup lihat ruasnya yang menghadap ke atas 😊

Nah, batang chaya seukuran 20 cm sebanyak 6 buah ini aku tancapkan ke pot kembang dengan diameter 25 cm untuk 2 buah batang dan lainnya di pot yang lebih kecil dengan diameter 10 cm saja. Beberapa minggu kemudian tumbuh daun-daun halus di sekitar buku-bukunya dan sebulan hingga 2 bulan kemudian dah banyak, bisa kita panen. Selanjutnya bisa dipanen setiap 2 minggu sekali hingga sebulan sekali.

Meskipun langsing, akan tetapi batang chaya ini kokoh dan daunnya rimbun. Karena ditanam di pot dan sering dipangkas, tanaman ini tidak terlalu tinggi. Pemeliharannya cukup mudah, bisa tumbuh dengan baik dan tahan terhadap cuaca panas atau hujan. Tidak perlu perawatan khusus. Pupuk tidak begitu diperlukan, namun kalo dipupuk dan disiram dengan baik, chaya akan menghasilkan daun lebih lebat. Penyiraman dilakukan secara teratur, 2 x sehari jika panas terik untuk menghindari kekeringan. Jangan menyiram secara berlebihan karena dalam kondisi tersebut, batang stek rentan busuk.

Periode panen optimalnya hanya 2-3 bulan per tahun dalam skala besar seperti di lahan, namun di kebun rumah daun dipanen sesuai kebutuhan sepanjang tahun, apalagi tanaman rumah skala emak-emak tropis seperti aku ya 😊

Saat panen, sebaiknya menggunakan sarung tangan karena beberapa varietas memiliki rambut yang menyengat. Ini dimaksudkan juga agar jangan sampai terkena getahnya, karena akan menimbulkan alergi bagi yang memiliki kulit sensitif. Tapi jikalau terkena getahnya, ga sulit kok menghilangkannya, cukup dicuci dengan air dan sabun. Jangan dibiarkan. Kontak jangka panjang dengan getah putih dapat menyebabkan iritasi kulit.

Alhamdulillah tanaman chayaku tak ada rambut yang menyengat. Hanya getah putih yang langsung kucuci bila menodai tanganku 🙂

Tanaman chaya sangat banyak manfaatnya. Di daerah asalnya, chaya dianggap sangat berharga oleh masyarakat pedesaan dan digunakan untuk makanan, tanaman obat serta untuk tanaman hias. Chaya telah dikonsumsi oleh orang-orang dari suku Maya sejak jaman pra-Columbus dan hingga kini masih terus dikonsumsi masyarakat modern. Wow.. serunya

Chaya mirip singkong, dan harus dimasak sebelum dimakan. Ini karena kandungan daunnya seperti daun singkong yang mengandung glikosida sianogen yang berpotensi mengeluarkan HCN atau hidrogen sianida yang beracun bagi manusia. Jadi mengkonsumsi daun chaya yang masih mentah atau segar tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan efek berbahaya. Perlu diperhatikan bagi anak-anak dan orang-orang yng kekurangan protein karena tubuhnya kurang mampu untuk mendetoksifikasi HCN ini

Namun kadar HCN dapat dengan mudah dikurangi hingga batas aman dengan cara dimasak atau direbus dalam air. Cara pengolahan seperti itu sudah dilakukan oleh mereka di daerah asalnya Meksiko. Mereka biasa merendam dan mendidihkan daun chaya selama 20 menit, kemudian menyajikannya dengan minyak atau mentega. Selain daunnya, kuah atau kaldu dari daun ini juga aman dikonsumsi setelah dimasak

Bukanlah alasan untuk tidak mengkonsumsi sayur bernutrisi tinggi ini ya pemirsa. Kita bisa dengan mudah menetralkan racun di dalamnya hanya dengan memasaknya selama 15 menit. Jadi daun harus dimasak terlebih dahulu sekitar 5 menit hingga 15 menit sebelum dikonsumsi.

Nah kalo aku cukup 5 menit agar daunnya tetap kelihatan hijau cantik segar dan ga kehilangan banyak nutrisi akibat pemanasan. Karena nantinya daun rebusan ini selain langsung dimakan juga akan diolah lagi menjadi berbagai kuliner seperti ditumis yang tentunya dimasak lagi.. ya kan pemirsa 😊

Btw daun yang dimasak yang muda belia ya pemirsa.. jangan yang tua karena alot. Selain itu kalo ynag muda cepat matangnya 🙂

Memasak memecahkan glikosida, membuat daunnya aman dimakan karena sianida mudah menguap sebagai HCN atau hidrogen sianida dan turunannya terurai.

Nah, jangan asal memasak ya pemirsa. Perhatikan alat memasak kita, panci dan wajan yang digunakan untuk memasak bukan terbuat dari aluminium untuk menghindari kemungkinan terjadinya reaksi toksik yang menyebabkan diare.

Air rebusan kaya akan kandungan vitamin dan mineral, terutama vitamin C. Mengenai asam sianidanya, tenang.. dah hilang kok, karena akan menguap sebagai gas sehingga air rebusannya pun aman untuk dikonsumsi. Air rebusan ini bisa dijadikan teh hangat atau pun kaldu. Nah kalo ada kekuatiran racun masih tersisa, untuk lebih amannya, tutup panci atau wadah untuk merebus sebaiknya dibuka agar asam sianida yang menguap tidak tertampung di dalamnya. Daun juga jadi kelihatan cantik hijau segar berseri, ga hitam kusam gitu lho

Meskipun belum pernah terdengar kasus keracunan karena mengkonsumsi chaya, ga ada salahnya berhati-hati ya pemirsa.. Asalkan tidak dikonsumsi dalm jumlah besar dan berlebihan, pasti akan aman-aman saja

Chaya menurut rasa sebagian orang mirip dengan bayam, makanya dikenal dengan sebutan Tree spinach, namun untuk nutrisi, chaya lebih unggul terutama zat besi dan merupakan sumber kalium, kalsium dan vitamin A yang baik. Bahkan chaya menjadi salah satu sayuran dengan kandungan nutrisi terbanyak (superfood) yang banyak dicari.

Untuk penampilan luarnya, daun chaya atau daun pepaya Jepang mirip sekali dengan daun pepaya (Carica papaya) dengan ukuran yang tidak begitu besar dan lebar.

Seperti daun singkong dan pepaya, daun chaya yang digunakan untuk dijadikan sayuran adalah daun yang muda dan ujung batang yang tebal dan lembut dipotong kemudian direbus. Jangan rebus daun yang tua ya pemirsa.. dijamin alot dan ga enak 😊

Sayur ini direbus sebagai bayam. Atau diangkat daunnya setelah direbus kemudian lanjut daun atau pucuk muda yang dah direbus tersebut dimakan sendiri atau diolah menjadi berbagai kuliner yang lezat seperti ditumis atau dikombinasi dengan sayur lainnya dalam semur atau sop. Bahkan bisa untuk campuran nasi goreng atau toping piza juga lho pemirsa. Hmm.. kalo yang terakhir ini biasanya kuliner bule ya..

Secara tradisional di benua Amerika sana, daun direndam dan dididihkan selama 20 menit kemudian disajikan dengan minyak atau mentega. Di Indonesia, biasanya daun chaya digunakan untuk memasak, seperti ditumis dengan teri atau udang, direbus sebagai lalapan, dibuat sayur dan urap.

Saat dikonsumsi, daun ini tidak terasa pahit seperti daun pepaya biasa tapi lebih mirip daun singkong. Ini bisa menjadi pengganti daun pepaya pahit, daun singkong dan sayuran hijau lainnya😊Aku aja pernah nanya ma bibi dan mamak sewaktu berada di tanah air, pahit ga ini. Kompak mamak dan bibi bilang ga. Karena mamak ane tau kalo aku anti ma yang pahit-pahit, Daunnya juga lebih renyah, empuk dan tidak alot. Ga hanya aku, suamiku pun sangat suka.

Nah pas di Austria, saat aku panen chaya, aku promosi ma suami ini adalah sayuran hijau segar dan menyehatkan. Awalnya ga mau karena lidahnya terbiasa ma sayuran bule, tapi pas aku bilang daun sewaktu kita makan di Indonesia, suami langsung doyan 😊 Maklum ya pemirsa daun singkong adalah sayuran pertama kali yang suami kenal di Indonesia melalui nasi Padang dan langsung doyan 😊

Untuk suami, daun chaya cukup direbus dan dijadikan lalap karena memang seleranya ga neko-neko, kalo aku lebih afdol kalo ditumis dengan teri atau udang atau dijadikan gulai santan. Bagaimana kuliner daun chaya ala pemirsa? 😊

Selain diolah menjadi kuliner yang lezat, daun chaya bisa dikonsumsi sebagai minuman, seperti teh yang telah disebutkan sebelumnya. Daun chaya juga cocok dijus dan smoothie. Tapi tentunya harus direbus terlebih dahulu ya

Chaya adalah sumber protein. Daunnya mengandung sekitar 25% protein. Chaya juga kaya akan vitamin seperti karoten, riboflavin, niasin dan mineral seperti kalsium dan zat besi serta kaya akan sumber antioksidan.

Lebih jelasnya yuk kita simak kandungan nutrisi yang terdapat pada daun chaya 😊

Daun chaya segar

100 g yang dapat dimakan

Karbohidrat 6-13 g
Lemak 0-2,9 g
Protein 4-8 g
Serat 2-3,8 g
Ca 140-500 mg
Fe 2-11 mg
ß karoten 10-18 mg
tiamin 0,2 mg
Riboflavin 0,1-0,4 mg
Niasin 1,6 mg
Asam askorbat/ vitamin C 165-318 mg
Air 72-83 g
(Ross-Ibarra &Molina Cruz, 2002)

Daun chaya mentah juga mengandung glikosida sianogen yang menghasilkan HCN atau hidrogen sianida. Waktu memasak yang aman untuk menurunkan HCN ke tingkat yang aman adalah sekitar 15 menit atau bila dirasa daun telah lembut.

Selain dari kandungan glikosida sianogen ini, ternyata daun chaya mengandung banyak sekali nutrisi seperti yang sudah dijabarkan di atas. Ga heran kalo daun chaya sejak lama menjadi sayuran favorit yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh

Daun chaya juga diisolasi untuk dunia obat-obatan. Banyak senyawa yang telah diisolasi dari daunnya, sebagian besar adalah kaempferol dan quercetin glikosida.

Dengan fakta ini, daun chaya banyak bermanfaat untuk kesehatan tubuh manusia. Yuk pemirsa sama-sama kita simak manfaat chaya untuk kesehatan, di antaranya adalah

Memperkuat daya tahan tubuh

Salah satu penyebab sistem imun atau daya tahan tubuh melemah adalah kondisi tubuh yang menurun dan asupan nutrisi yang kurang. Oleh karenanya asupan gizi dan nutrisi harus selalu dijaga. Daun chaya menjadi salah satu alternatif terpenuhinya asupan gizi dan nutrisi

Daun chaya mengandung banyak antioksidan seperti vitamin C yang baik untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan kadar antioksidan di dalam darah dan merangsang produksi sel-sel darah putih. Dengan demikian dapat memperkuat daya tahan tubuh sehingga tidak mudah sakit. Tubuh pun mudah menangkal serangan radikal bebas penyebab penyakit

Menambah darah

Daun chaya banyak mengandung zat besi, bahkan disinyalir dua kali lebih banyak dari daun bayam yang populer sebagai sayuran penambah darah. Ini baik untuk tubuh agar tidak kekurangan darah atau mencegah anemia ya.. sehingga baik juga untuk pengidap anemia

Menjaga kesehatan tulang

Daun chaya mengandung kalsium lebih banyak dibanding sayuran lainnya. Kalsium sangat penting untuk membangun tulang-tulang yang kuat sehingga tidak mudah keropos. Dengan adanya kalsium ini kesehatan tulang dapat terjaga. Kalsium juga dibutuhkan oleh jantung, otot-otot dan saraf-saraf tubuh agar bisa berfungsi dengan baik.

Meredakan nyeri haid

Daun chaya membantu mengatasi nyeri haid karena didukung kandungan nutrisinya yang berlimpah. Nyeri pada haid bisa timbul karena tubuh dalam masa penyesuaian selama haid atau ada yang tidak beres dalam tubuh. Daun chaya dapat mengatasi hal tersebut

Menjaga kesehatan pencernaan

Daun chaya kaya akan kandungan serat. Ini baik untuk menjaga kesehatan pencernaan dengan melancarkan kerja pencernaan dan menghindari masalah yang berhubungan dengan pencernaan seperti sembelit. Nah karena seratnya banyak, kita dianjurkan agar banyak minum ya agar feses ga keras hingga lancar keluar 😊

Menjaga kesehatan mata

Daun chaya diketahui mengandung viamin A yang cukup tinggi. Ini sangat baik untuk menjaga kesehatan mata, seperti mempertajam penglihatan dan mencegah masalah yang berhubungan dengan mata terutama degenerasi makula karena penuaan

Selain itu daun chaya bermanfaat untuk memperkuat kuku dan rambut yang mulai memutih, menyembuhkan alkoholisme, penderita diabetes, insomnia, asam urat, gangguan kulit, sengatan hewan berbahaya kalajengking hingga meningkatkan fungsi otak dan memori

MasyaAllah.. alhamdulillah banyak sekali manfaat dari tanaman chaya ini ya pemirsa. Meskipun begitu, mengkonsumsinya dalam batas wajar saja ya, jangan berlebihan. Karena yang berlebihan tidak baik untuk tubuh kita karena bisa menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan

Yuk kita cek bersama-sama pemirsa
– Kandungan enzim papain dalam daun chaya dapat menyebabkan alergi seperti mata terasa pedih dan hidung berair, bintik-bintik kemerahan pada kulit, mual hingga demam. Perhatikan untuk beberapa orang yang memiliki riwayat alergi untuk tidak mengkonsumsinya secara berlebihan
– Dapat menyebabkan sakit perut. Kandungan lateks dalam daun chaya dapat menyebabkan iritasi dan rasa mual untuk mereka yang sensitif
– Bagi ibu hamil sebaiknya hindari mengkonsumsi daun chaya karena enzim papain dalam daun ini berbahaya bagi ibu hamil dan bisa menjadi racun bagi janin

Nah demikianlah pemirsa edisi kali ini mengenai seluk beluk tanaman chaya atau daun pepaya Jepang dan kehadirannya di Austria sebagai tanaman kesayanganku. Semoga bisa diambil manfaatnya

Sampai berjumpa kembali

Schreibe einen Kommentar