‘Pelit‘nya dokter Eropa ngasih obat.

Tiap-tiap negara memiliki aturan tersendiri mengenai farmasi seperti pemberian obat dan penggunaanya. Tapi secara garis besar dimana-mana sama saja ya.. tidak bisa sembarangan dalam pemberiannya apalagi penggunaannya

Sejak di Eropa tepatnya Austria, betapa beda aturannya. Di sini obat diatur sangat ketat. Dokter hampir tidak pernah meresepkan obat. Kalo di apotik, paling tidak kita sudah pernah menggunakan obat tersebut baru kemudian dikasih. Untuk obat biasa seperti vitamin, ahli farmasi akan menjelaskannya dengan ramah

Aku tahu mengenai aturan ini sejak di Austria. Ditambah pengalaman beberapa kali bertemu dokter dan menjalani pemeriksaan. Begitu juga dengan suami

Saat sesuatu di tubuhnya sakit, aku sigap bergegas bilang ke suami segera ke klinik terdekat untuk memeriksakan diri. Menurut logika dan melihat kondisi suami, dirinya tidak hanya diberi penghilang nyeri tetapi juga antibiotik seperti yang biasa terjadi di Indonesia. Lagipula latar belakang pendidikanku farmasi, sedikit banyak tahulah dunia obat-obatan ini. Bukan aku yang kasih ya.. tapi dokter yang meresepkannya😊

Eh pulang-pulang hanya dikasih obat penghilang nyeri saja. Ga dikasih antibiotik? tanyaku ke suami setiba di rumah. Ga tuh.. disuntik saja di bagian yang sakit. Dua minggu lagi ke klinik untuk diperiksa kembali, timpal suami

Level obatnya setingkat lebih tinggi dari parasetamol. Hhh.. Jangan salah, di Eropa dimana-mana sama. Ga di Belanda, ga di Jerman bahkan Austria, paling banter sehabis memeriksakan diri dokter hanya bilang, kalo sakit minum parasetamol ya.. Ada di rumah kan? Kalo ga ada, beli di apotik

Ini saat aku di klinik sehabis ‘tindakan‘: Begitu juga beberapa tahun lalu saat dirawat di rumah sakit. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit dan dinyatakan layak pulang, aku ga dapat ’oleh-oleh‘ berupa obat. Hebat kan dokter dimari? 😊

Beruntung aku tahu parasetamol. Coba orang awam yang ga pernah ke dokter.. pasti bingung kan😊 Tapi rata-rata sih bule familiar dengan parasetamol ini

Apa kesimpulannya? Ternyata dokter-dokter Eropa sangat ‘pelit‘ ngasih obat. Pelit di sini artinya tidak sembarangan memberikan obat.  Seperti antibotik hanya diberikan bila kondisi sudah tidak memungkinkan

Dokter tahu kapan obat harus diberikan ke pasien dan dalam kondisi yang bagaimana

Beda dengan di Indonesia. Demam sedikit ke klinik diresepkan antibiotik atau malah pasiennya sendiri yang minta antibiotik. Saat kerja di apotik, aku biasa mendapatkan pengunjung ke apotik yang hendak membeli antibiotik. Kalo ditanya tahu darimana.. dijawab sudah biasa makan itu.. Atau dulu ada resepnya begitu. Atau tahu dari tetangga dan handai taulan

Tak hanya antibiotik lho.. obat-obat kategori keras pun biasa dibeli seperti beli kacang goreng. Kalo sudah begini, ahli farmasi harus turun tangan menjelaskannya.

Antibiotik tidak boleh diberikan sembarangan karena akan menyebabkan resisten/kebal bagi penggunanya. Simbol tanda juga harus diperhatikan

Kemasan obat di Eropa  tidak ada simbol tanda seperti di Indonesia, seperti hijau yang berarti bebas dibeli, atau merah yang berarti obat keras yang tidak boleh dibeli sembarangan tanpa resep dokter

Di sini kemasannya paling hanya ada tanda peringatan’Achtung‘ dengan tanda seru yang artinya ‘perhatian‘

Jadi bijaklah menggunakan obat. Jangan sembarangan karena obat-obatan memiliki efek samping jangka panjang. Lagipula membahayakan penggunanya jika digunakan sembarangan

Nah demikianlah pemirsa edisi kali ini mengenai ‘pelit‘nya dokter Eropa ngasih obat. Semoga bermanfaat

Sampai jumpa lagi

Schreibe einen Kommentar